Menutup Mulut

Annisa Wicaksono
1 min readOct 23, 2022

--

Orang bilang, kita punya dua tangan yang seharusnya lebih bisa kita gunakan untuk menutup dua telinga alih-alih mencoba menutup mulut orang lain. Tapi aku rasa ada satu mulut yang lebih layak untuk ditutup.

Kita bisa menulikan telinga sejenak mengajak hati dan otak untuk bekerja sama, tapi ada satu mulut yang bahkan tidak pernah berhenti mengoceh entah benar entah salah, baik atau buruk.

Mulut yang ada di kepalamu.

Bagi sebagian orang atau mungkin aku lebih tepatnya, suara berisik di kepala lebih sulit dibuat diam dibandingkan manusia di sekitar.

Bicaranya pedas, narasinya kejam, dan paling tahu tentang masa lalu. Munculnya beragam, kadang bukan di waktu sepi, sering hadir di waktu ramai, beradu dan berpacu cepat dengan suara lain di sekitar.

Semakin didengar semakin hanyut, semakin didengar semakin keras, semakin disuruh diam semakin ragam ucapannya.

Aku ingin mencoba menutup mulut orang lain, tapi aku jauh lebih ingin menutup mulut dari isi kepalaku. Diam.. diam.. tolong diam..

Jadi kalau tangan ini bisa dipakai menutup mulut kepala, kenapa harus dipakai untuk menutup telinga. Karena mulut dari isi kepala jauh lebih kejam dari kenyataan di depan mata.

G

--

--